Tuesday, February 28, 2017

Cara Jitu Tembus Seleksi PTN

SALAM KELUARGA

BAGAIMANA kabar keluarga di rumah.... Semoga sehat dan selalu diberkahi Tuhan YME. Amin.
Sekarang sudah masuk masanya penerimaan mahasiswa baru. Penerimaan yang penulis bahas kali ini khusus untuk kampus negeri (PTN).

Seperti diketahui, seleksi masuk PTN di Indonesia ada tiga macam. Yakni Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPNT), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan seleksi mandiri. Khusus untuk seleksi mandiri, teknis dan jadwalnya dipasrahkan masing-masing perguruan tinggi.

Berikut jadwal untuk SNMPTN 2017


Pengisian PDSS14 Januari – 10 Februari 2017
Verifikasi PDSS15 Januari – 12 Februari 2017
Pendaftaran SNMPTN21 Februari – 6 Maret 2017
Pencetakan Kartu Tanda Peserta SNMPTN14 Maret – 14 April 2017
Proses Seleksi15 Maret - 15 April 2017
Pengumuman Hasil Seleksi26 April 2017

Berikut jadwal untuk SBMPTN 2017


Tata Cara Pendaftaran SBMPTN4 April 2017 
Pendaftaran SBMPTN11 April - 5 Mei 2017
Jadwal Ujian SBMPTN Kertas/CBTSelasa, 16 Mei 2017
Jadwal Ujian SBMPTN Praktik17 dan/atau 18 Mei 2017
Pengumuman Hasil Seleksi13 Juni 2017
DARI dua skema seleksi di atas (SNMPTN dan SBMPTN) masing-masing memiliki jurus jitu supaya lolos. Berikut ini sedikit ulasan jurus tersebut:

1. Cara Jitu Tembus SNMPTN

SNMPTN adalah seleksi masuk kampus negeri berbasis rekam jejak prestasi. Diantara porsi paling besar adalah prestasi yang terekam di rapor mulai semester I sampai V. Seleksi model ini, ternyata rentan dipermainkan di sekolahan. Modus paling jamak dilakukan adalah mengatrol nilai siswa.

Sebenarnya untuk bisa tembus SNMPTN tidak perlu mencurangi nilai rapor. Siswa cukup memilih program studi dan kampus yang sesuai kemampuan. Jadi pendaftar harus mengetahui kemampuan dirinya sendiri. Jangan sampai memaksakan masuk kampus dengan tingkat persaingan yang tinggi atau ketat.

Saat ini di masing-masing website kampus negeri, sudah ada yang memasang tingkat persaingan pelamar SNMPTN tahun sebelumnya. Dengan informasi ini, pelamar bisa menilai tingkat persaingan yang tidak terlalu ketat. Sehingga memperbesar potensi lolos SNMPTN.

Cara berikutnya adalah utamakan memilih PTN yang masih satu kota atau satu provinsi. Sehingga memperbesar potensi lulus seleksi. PTN juga membuat indeks berdasarkan rekam  jejak sekolah selama ikut SNMPTN selama ini. Dengan cara ini SMA/sederajat yang siswanya banyak lolos SNMPTN tahun sebelumnya, memiliki potensi besar dilirik oleh PTN.

2. Cara Jitu Tembus SBMPTN

SBMPTN merupakan seleksi masuk PTN menggunakan ujian atau tes tulis. Seleksi ini lebih objektif ketimbang SNMPTN. Sebab seluruh pelamar akan diseleksi berdasarkan nilai ujian yang didapat. Berikut ini yang harus dipersiapkan sebelum bertarung mengerjakan soal ujian SBMPTN.

- Belajar teori-teori dasar, khususnya matematika
- Menyiapkan stamina atau kesehatan. Jangan begadang menjelang ujian
- Menyiapkan perlengkapan tulis sebelum ujian
- Bagi pelamar yang seleksinya di luar kota, usahakan mengetahui lokasi beberapa hari sebelum ujian
- Mengerjakan soal ujian yang mudah dahulu. Karena soal benar nilainya 4 (empat)
- Sementara soal ujian yang jawabannya salah skornya (-) minus 1

INTINYA saat mengerjakan soal ujian SBMPTN jangan terlalu bersemangat untuk menjawab soal ujian yang susah. Lewati saja dulu untuk mencari soal ujian yang lebih gampang.

Sementara terkait pilihan program studi, sama seperti SNMPTN. Upayakan pilih prodi dan kampus yang sesuai dengan kamampuan kita. Anak dengan kemampuan rata-rata, sangat riskan jika memaksakan masuk di Fakultas Kedokteran UI, misalnya.

Terima kasih. Semoga yang membaca blog ini lulus SNMPTN maupun SBMPTN. Amin


Tuesday, February 21, 2017

Yang Kuliah Itu Anak atau Ortunya

SALAM KELUARGA

DALAM tiga posting sebelumnya, penulis cenderung mengulas tentang Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD). Untuk kali ini, langsung lompat ke jenjang Pendidikan Tinggi (Dikti). Hehehehe....

Sebentar lagi anak-anak kelas XII menjalani Ujian Nasional (UN). Setelah itu lulus, kemudian menentukan pilihan masuk perguruan tinggi mana. Ternyata setelah diamat-amati, ketika menjelang pendaftaran mahasiswa baru, yang repot sekali itu orangtua. Bukan anak atau calon mahasiswanya.

Anak diikutkan bimbingan belajar intensif, dengan ambisi biar lolos ujian tulis masuk kampus negeri (PTN). Orangtua tanya sana-sini, kampus yang paling bagus dimana. Dan yang paling menjengkelkan, di mata anak-anak, orangtua yang menentukan jurusan apa yang akan diambil.

Ini sebenarnya yang akan kuliah si anak atau orangtuanya ya.....

Sumber: pribadi
ORANGTUA sebenarnya sah-sah saja ''mencampuri'' pilihan anak saat menentukan jurusan kuliah. Namun sifatnya sebatas mengarahkan. Jangan sampai ada unsur paksaan. Seperti orangtua yang memaksakan anaknya kuliah kedokteran. Lantara si ibu dan si bapak berprofesi sebagai dokter. Atau anak dipaksa masuk sekolah tinggi menjadi pilot, demi menjaga gengsi keluarga.

Wahai orangtua, paling utama yang perlu dicamkan adalah, yang menjalani tahun-tahun perkualiahan itu adalah anak mu. Bukan abi atau umi. Jangan semata karena memiliki uang, maka dianggap anak akan betah kuliah di jurusan apa saja.

Ingat setiap anak dilahirkan dengan bakat yang berbeda-beda. Orangtua yang ideal, sudah mengetahui kecenderungan bakat anaknya. Bahkan sebelum anak itu lulus dari SMA. Nah berbekal pengetahuan bakat si anak itu, orangtua bisa mengarahkan jurusan kuliah apa yang akan diambil.

Jika selama SMP sampai SMA anak hobi genjrang-genjreng main gitar, tidak suka belajar menghitung, ya jangan dipaksakan untuk masuk jurusan eksakta. Tawari saja kuliah seni. Jangan mengaggap kuliah seni kelak akan susah cari uang. Kuliah memanag mengantarkan orang untuk bisa sampai panggilan tes kerja. Tetapi yang terpenting adalah sesuai dengan ketertarikan, bakat, dan minat anak.

Kalaupun masih ada yang menganggap kuliah dokter itu bergensi, kelak akan mudah mendapatkan pekerjaan dan uang, mari kita berpikir ulang. Silahkan dicek dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia, berapa orang yang berprofesi sebagai dokter. Lebih ekstrim lagi, dari 10 orang terkaya di dunia, berapa orang yang berprofesi sebagai dokter.

Profesi dokter memang penting. Karena menyangkut pelayanan primer masyarakat. Tapi bukan berarti jadi alasan untuk memaksa anak kita kuliah kedokteran.

MUMPUNG masih ada beberapa bulan lagi menjelang pendaftaran mahasiswa baru, mari bersama ditata lagi cara mendampingi anak dalam menentukan jurusan kuliah.

1. Dalami bakat, minat, dan ketertarikan anak

ORANGTUA yang baik tentu dapat dengan mudah mengetahui bakat, minat, dan ketertarikan anak terhadap keahlian tertentu. Misalnya ada anak yang cenderung jago berhitung dan gampang menghafal rumus-rumus, ada anak yang jago berkreasi, atau anak yang mudah belajar bahasa asing.

Nah dengan pengetahuan itu, orangtua sudah memiliki semacam rambu-rambu. Jurusan apa yang cocok untuk anak. Orangtua bisa memberikan alternatif-alternatif. Misalnya kepada anak yang daya ingatnya tajam, bisa diarahkan ke jurusan eksak atau bahkan bahasa asing. Perkara kampusnya dimana, belakangan. Yang penting ketemu jurusan apa dulu yang pas.

Dalam setiap memberikan alternatif, orangtua sebaiknya juga memberikan alasan-alasan. Jangan sampai berdasarkan pokoknya atau kata tetangga. Pokoknya jadi guru, pokoknya jadi insinyur, pokoknya jadi seniman, dan lain sebagainya. Hehehe.....

2. Pahami anak saat di SMA itu jurusan apa

INI yang terpenting. Orangtua harus memahami anaknya saat di SMA mengambil jurusan apa. Apakah jurusan Bahasa, IPS, atau IPA. Jangan sampai anak yang di jurusan IPS, dipaksa masuk kuliah jurusan MIPA. Memang di IPS ada pejaran matematikanya, tetapi ya tidak mendalam seperti matematiknya anak IPA.

Bahkan ada kampus yang membuat regulasi tegas untuk jurusan tertentu. Misalnya untuk jurusan Pendidikan Kedokteran, hanya menerima anak lulusan IPA. Sebagus apapun nilai saat ujian tulis, jika berasal dari IPS, tidak akan diterima jadi mahasiswa calon dokter.

3. Cari informasi sebanyak-banyaknya kampus yang dituju

MENGGALI atau mencari informasi kampus yang akan dituju, ini sangat penting. Karena jika salah memilih kampus, bisa celaka. Diantara yang utama adalah status kelembagaan perguruan tinggi. Seperti perguruan tinggi itu akreditasinya apa, apakah ada izinnya, dan sejenisnya. Upaya ini bukan hanya untuk kampus swasta, tetapi di negeri juga.

Salah satu bahayanya jika memilih kampus, ternyata illegal, adalah legalitas ijazahnya. Memang ada yang bilang untuk sukses, tidak butuh ijazah. Tetapi orang yang sukses tanpa modal ijazah kuliah, persentasenya sangat kecil dibanding yang bermodal ijazah.

Biasanya menjelang penerimaan mahasiswa baru seperti ini, banyak kegiatan promosi kampus oleh perguruan tinggi negeri maupun swasta. Momen ini menjadi peluang penting untuk menggali informasi kampus-kampus yang akan dituju.

Demikian tadi ulasan tentang bagaimana orangtua mendampingi anaknya saat memilih jurusan kuliah. Terima kasih.

Salam Keluarga
(Depok, 21 Februari 2017)



Sunday, February 19, 2017

Ini Penyebab Membudayanya Calistung di TK

SALAM KELUARGA

PENULIS ucapkan terima kasih terhadap respon yang luar biasa terhadap tulisan sebelumnya yang berjudul: Bahaya Membaca Menulis dan Berhitung Saat Usia Dini

Dari respon yang luar biasa itu, penulis mencoba menyibak kenapa sih praktik baca, tulis, dan berhitung (calistung) di jenjang TK masih marak sampai sekarang.... Padahal sudah jelas-jelas belajar calistung sangat berbahaya buat perkembangan anak-anak di usia emasnya (golden age).

1. Tuntutan Orangtua


Sumber: https://www.understood.org/~/media/3e6ab4730ece4f5ba2605d93abe2b21b.jpg
PENYEBAB utama tumbuh suburnya praktik calistung di lembaga TK paling dominan karena tuntutan orangtua. Orangtua semacam ini, kurang menghargai perkembangan si anak. Dia melihat anak-anak itu seperti orang dewasa. Sehingga dituntut untuk secepatnya bisa membaca.

Tuntutan orangtua ini bisa kian menjadi-jadi, jika melihat anak-anak oranglain sudah bisa membaca. Sementara anak kita yang seusia, masih belum lancar membaca. Ingat, setiap anak yang lahir itu dibekali dengan kemampuan otak yang khas alias beragam. Anak itu bukan hasil fotokopi yang sama persis antara satu dan yang lainnya.

Orangtua yang seperti ini, sering kali menekan guru supaya anaknya bisa membaca. Upaya menekan gurunya memang tidak keras. Diantaranya dilakukan dengan cara menanyakan, anaknya di sekolah diajarin membaca seperti apa? Sudah belajar membaca apa? Berhitungnya sudah perkalian berapa? dan sejenisnya.

Guru yang ditekan pertanyaan seperti itu, tentu tidak enak juga. Maka gurupun di sekolah akan menjalankan calistung. Alih-alih meladeni tuntutan orangtua, guru malah membudayakan budaya belajar calistung yang belum pada waktunya.

2. Tuntutan Jenjang Sekolah Berikutnya


Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcPQTjutAO7eRMWoIaAo1OiIsaJsDQyr7cWkacS8NotCjvzW30iRdrj2UhZFZZz9PK6VgMmG4A6_OiObu7NFjOC92pEJK1bbY6CK0q1O3px2P-aceQIQaX9vaiCH4vhaA4JW4fVloBtG0W/w1200-h630-p-k-nu/LOGO+SD.png
PENYEBAB lain membudayanya belajar calistung adalah sekolah jenjang SD yang tidak mengetahui standar dalam penerimaan siswa baru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah mengeluarkan regulasi. Dimana tidak ada standar harus bisa calistung dalam penerimaan siswa baru di SD (Kelas 1 SD). Yang ada adalah syarat usia minimal dan sejenisnya.

Yang terjadi sebaliknya malah SD menerapkan seleksi ujian calistung buat calon siswa barunya. Dengan ketentuan tersebut, mau tidak mau, lebaga TK menerapkan belajar calistung buat anak didiknya. Sebab jika tidak demikian, anak didiknya akan kesusahan dalam meladeni ujian calistung saat akan masuk SD.

Rentetannya bisa pancang. Bisa berujung sebuah TK akan sepi peminat. Lantaran anak didiknya banyak yang tidak lulus SD tertentu, yang menerapkan ujian masuk berbasis calistung. Celakanya SD tersebut adalah SD idola atau idaman para orangtua.

Jadi bagi pengelola SD, sebesar dan sebaik apapun, sebaiknya jangan menerapkan ujian calistung untuk penerimaan siswa baru. Jika terbentar urusan kuota atau daya tampung, cukup diseleksi berdasarkan usia siswa saja. Siswa dengan usia paling ''tua'' mendapatkan prioritas utama. Sehingga pelaksanaan pembelajaran calistung tidak semakin membudaya di kebanyakan TK di tanah air kita.

3. Guru Tidak Memahami Pembelajaran Usia Dini


Sumber: http://prfmnews.com/images/guru-di-depan-kelas%20(1).jpg
SUDAH bukan rahasia umum. Dia banyak tempat, pembelajaran PAUD, khususnya TK, berjalan apa adanya. Mulai dari sarana, prasarana, sampai tenaga pengajarnya. Banyak guru TK yang pokoknya lulus S1. Jurusan apapun. Bahkan ada yang penting lulus SMA sederajat, bisa jadi guru TK.

Memang kelihatannya mudah mengajar anak TK. Tetapi ingat, saat ini sudah ada jurusan atau disiplin kuliah yang khusus untuk Pendidikan Guru PAUD. Bagi guru PAUD yang asal mengajar, tentu cenderung yang penting anak-anak bisa diam. Bahkan jika perlu, anak-anak diberi tugas membaca atau mengerjakan buku pekerjaan. Nah sebelumnya, tentu si guru ini akan mengajarkan materi calistung terlebih dahulu.

Tidak ada kata terlambat. Bagi guru-guru yang masih menerapkan pembelajaran calistung untuk anak TK, khususnya TK Nol Kecil atau TK A, sebaiknya dihindari. Lebih baik anak-anak itu bermain sesuka mereka. Kalau sudah capek akan berhenti sendiri.

4. Lembaga TK Tidak Memenuhi Standar


 
Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2rIM2C9lxQ4JLC7wxISe2AxA2W6lxk0piL0S1GptiJwdT9ysVdsFf6XxaJyEJ52tov25gl-o30Iq8VzOfA7KYDIHtAFQqXJUQH6XjBY3y8y818esgzUP3aLT0bBlp4C6hI9wLetXARs8/s1600/kelasbaru3.jpg

ANALISA keempat kenapa masih banyaknya sekolah yang menjalankan calistung karena tidak dilengkapi fasilitas penunjang yang baik. Bagaimana kriteria TK yang ideal, sudah pernah diulas sebelumnya di tulisan berjudul: Tips Memilih Sekolah yang Tepat (TK)

Sekolah dengan perlengkapan belajar yang minim, misalnya alat permainan edukatifnya sedikit, cenderung mengajarkan calistung. Sebab para gurunya tidak ada aktivitas lainnya. Mereka tidak banyak alat-alat untuk kegiatan para peserta didik. Sehingga diambil yang paling mudah saja, yakni dengan mengajarkan calistung.

Itu tadi diantara penyebab masih membudayanya pembelajaran calistung di TK-TK. Tidak ada kata terlambat. Sebaiknya mulai dikurangi, bahkan dihapus secepatnya. Terima kasih.

SALAM KELUARGA  

(Depok, 19 Februari 2017)

Bahaya Membaca Menulis dan Berhitung Saat Usia Dini

SALAM KELUARGA

BERTEMU lagi dengan coretan saya yang kedua. Beberapa hari tidak sempat menulis postingan baru. Kali ini saya mencoba berbagi tentang kebiasaan orangtua saat ini. Bukan semua orang tua sih, namun beberapa ''Oknum'' orangtua saja. Kebiasaan jelek ini adalah, membiarkan atau malah meminta anaknya diajari baca, tulis, dan menghitung (calistung) di usia dini.

Usia dini yang saya maksud di sini adalah usia Taman Kanak-Kanak (TK). Banyak orangtua yang dengan sadar membiarkan anak-anaknya yang masih kecil sudah belajar calistung. Ini tidak baik. Khususnya merujuk pada perkembangan otak manusia. Ibaratnya anak yang belum waktunya berjalan, dipaksa belajar berjalan. Bagaimana kira-kira hasilnya..... Bisa dipastikan anak itu akan jatuh dan sakit.

Berikut ini diantara bahayanya memaksakan anak belajar calistung padahal belum waktunya.

1. BERBAHAYA KEPADA OTAK


Sumber: http://www.covesia.com/photos/berita/120215043050_kekurangan-lemak-esensial-bisa-menghambat-perkembangan-otak.jpeg

OTAK berkembang sesuai dengan usia manusia. Pada saat masih anak-anak, pertumbuhan atau perkembangan otak belum sempurna. Jumlah sel-selnya masih terus bertumbuh mencapai kondisi sempurna. Nah pada saat otak atau sel otak jumlahnya belum sempurna, akan menjadi bahaya jika dipaksa untuk belajar calistung.

Bahkan ada teori yang menyebutkan bahwa, mengajarkan calistung pada anak usia dini atau belum pada waktunya, membuat salah perkembangan otak. Otak bagian depan yang seharusnya berkembang optimal justru sebaliknya. Otak bagian belakang atau pangkal otak yang berkembang lebih dahulu. Energi yang seharusnya terfokus untuk perkembangan otak bagian depan, dihabiskan untuk perkembangan otak bagian belakang.

2. BERDAMPAK PADA MASA DEPAN ANAK


Sumber: http://www.krushnafinance.com/images/child-future.jpg

DAMPAK berikutnya akibat memaksakan anak kecil belajar calistung adalah masa depannya. Masa depan ini masih terkait dengan dampak nomor satu tadi. Yakni perkembangan otak anak menjadi tidak sempurna. Dampak dari otak bagian belakang yang berkembang lebih dahulu adalah, anak-anak bisa menjadi orang yang susah dikasih tahu. Dalam Bahasa Jawa-nya adalah anak-anak yang ngeyelan.

3. ANAK BISA CEPAT BOSAN BELAJAR


Sumber: https://www.riskology.co/wp-content/uploads/2014/07/asleep-on-book1.jpg

ANAK rentang mengalami kebosanan. Bahaya sekali jika bosannya itu adalah bosan belajar. Salah satu yang bisa membuat anak mengalami bosan belajar adalah, terlalu dipaksanakan belajar saat masih TK. Khususnya dipaksa belajar calistung. Dampaknya bisa membuat anak bosan belajar ketika masuk jenjang berikutnya. Yakni di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah.

Anak yang seharusnya dengan semangat dan girang mulai belajar calistung saat kelas 1 SD, justru bosan. Anak-anak bosan saat mengejarkan PR di rumah. Jangan sampai kebosanan saat belajar ini terjadi pada anak-anak ayah dan bunda di rumah. Jangan terlalu menekan anak-anak untuk belajar. Mereka itu anak-anak, berbeda dengan kita yang sudah dewasa. Orang dewasa saja sering bosan untuk belajar.

4. HAK BERMAIN ANAK TERENGGUT


Sumber: http://media.safebee.com/assets/images/2015/5/Close-up%20of%20kids%20playing%20soccer.jpg.838x0_q67_crop-smart.jpg

ANAK usia dini itu belum sekolah. Mereka fokusnya adalah bermain. Itulah kenapa jenjang pendidikan di sebelum sekolah dasar (SD) itu disebut Taman Kanak-Kanak (TK). Bukan sekolah Kanak-Kanak atau Madrasah Kanak-Kanak. Selayaknya sebuah taman, TK harus menjadi taman bermain buat anak-anak. Maka jangan sampai hak anak untuk bermain di lembaga TK jadi terenggut akibat terfokus pada belajar calistung.

Selayaknya taman pula, TK yang baik itu dimana anak-anak betah berada di dalamnya. Coba sekarang diperhatikan, apakah anak ayah dan bunda betah berada di TK? Apakah mereka terlihat gembira atau murung saat di TK.... TK yang benar-benar selayaknya sebuah taman ketika, anak itu dengan ceria menyambut hari Senin. Dan tampak gelisah ketika akhir pekan tiba. Sebab mereka merindukan TK-nya.

Demikian tadi beberapa ulasan bahayanya mengajarkan calistung pada anak usia dini (TK). Jika ada masukan atau ulasan lainnya, mohon ditulis di kolom komentar. Terima kasih.

SALAM KELUARGA

(Depok, 19 Februari 2017)

Friday, February 10, 2017

Tips Memilih Sekolah yang Tepat (TK)

SALAM EDUKASI

SEBENTAR lagi musimnya penerimaan siswa baru. Untuk semua jenjang. Mulai dari Kelompok Bermain, TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Para orang tua pasti banyak yang bingung memilih sekolah yang tepat untuk buah hati mereka. Pada postingan kali ini, saya mengulas terlebih dahulu untuk jenjang TK.

Saya sengaja melewati jenjang Kelompok Bermain karena banyak orangtua yang memilih menyekolahkan langsung anak-anaknya ke TK. Sebenarnya TK itu bukan sekolah sih. Namun untuk mempermudah, saya gunakan istilah ''Sekolah TK'' untuk mempermudah.

Semua memahami bahwa anak usia TK itu sedang dalam masa penting periode tumbuh kembang. Ada yang menyebutnya sebagai Golden Age. Sehingga perlu ada pertimbangan serius dalam memilih TK. Supaya masa-masa emas perkembangan anak tidak terlewat sia-sia. Berikut ini diantara pertimbangan memilih lembaga TK yang ideal buat buah hati kita semua.


Legalitas Lembaga

URUSAN legalitas lembaga ini sangat penting. Sama seperti membeli rumah, surat-surat legalitasnya harus jelas. Cara paling mudah melihat sekolah itu sudah terdaftar atau belum, cukup mudah. Yakni melalui layanan pengecekan di DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) Kemendikbud. Memang ada dilema dalam penyelenggaraan TK. Yakni banyak yang belum mendaftar DAPODIK, karena keterbatasan akses internet. Masukan saya, selama ada TK yang terdaftar di DAPODIK, jadikan itu sebagai prioritas utama. Jarak antara lembaga TK ke rumah juga pertimbangan. Jangan sampai anak capek di perjalanan. Idealnya tidak sampai 15 menit perjalanan menuju TK.

Pengajar atau Guru

MEMASUKKAN anak ke TK, berarti kita menitipkan anak kita ke orang lain minimal lima jam setiap hari. Jadi kita harus mengecek dengan baik kompetensi guru-guru atau staf pengajar di TK. Sebaiknya seluruh pengajar di TK sudah berijazah S1 Pendidikan Anak Usia Dini. Minimal sedang menempul kuliah S1 Pendidikan Anak Usia Dini. Ini penting. Sebab yang kita titipkan itu anak kita. Tidak hanya fisik, tetapi perkembangan ke depan juga.

Sarana Pendidikan

TK itu bukan Sekolah. Porsi bermain tetap nomor satu. Namanya juga TAMAN. Maka cari TK yang memiliki area bermain luas. Anak-anak tetap membutuhkan ruang untuk kejar-kejaran dengan temannya. Tidak enak juga kan jika mulai datang sampai pulang anak-anak kita duduk di dalam ruangan kelas terus. Dalam perkembangannya sekarang, ada TK yang menggunakan gedung RUKO. Area bermainnya ada di pelataran atau di dalamnya. Pokoknya tidak terlalu sempit, tidak masalah.


Wahana Permainan

WAHANA pernaimanan ini juga penting. Lembaga PAUD/TK harus memiliki beragam alat permainan edukatif (APE). Supaya proses sehari-hari tidak bercerita terus. Bahkan ada TK yang alat permainannya kurang, malah diisi dengan kegiatan baca, tulis, dan berhitung. Atau disebut juga calistung. Padahal calistung bukan porsinya anak TK. Apalagi TK A atau TK NOL KECIL. Orangtua juga harus cek wahanan permainan seperti bandulan, dan sejenisnya, apakah berkarat atau tidak. Untuk mencegah anak kita celaka.


Keamanan

KEAMANAN ini banyak jenisnya. Seperti keamanan dari orang yang berjualan makanan keliling. Sebaiknya tidak ada orang yang jualan keliling, karena kebersihan dan kondisi jajananya tidak terjamin sehat. Selain itu juga keamanan di toilet. Jangan sampai anak-anak menjadi korban bully atau kejahatan seksual di kamar mandi. sebaiknya kamar mandi terbuka di bagian bawahnya.

Itu tadi lima pertimbangan utama dalam memilih lembaga TK yang baik buat anak kita. Mewujudkan lembaga TK yang ideal dan berkualitas memang butuh biaya. Namun bukan berarti TK dengan biaya sekolah (SPP) yang mahal, otomatis atau dijamin berkualitas. Belum tentu. Sebaiknya survei ke lokasi dan melihat-lihat lembaga lain untuk perbandingan.

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan perdana saya ini. Salam Edukasi. Indonesia Cerdas.

(Depok, 10 Februari 2017)