Tuesday, February 21, 2017

Yang Kuliah Itu Anak atau Ortunya

SALAM KELUARGA

DALAM tiga posting sebelumnya, penulis cenderung mengulas tentang Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD). Untuk kali ini, langsung lompat ke jenjang Pendidikan Tinggi (Dikti). Hehehehe....

Sebentar lagi anak-anak kelas XII menjalani Ujian Nasional (UN). Setelah itu lulus, kemudian menentukan pilihan masuk perguruan tinggi mana. Ternyata setelah diamat-amati, ketika menjelang pendaftaran mahasiswa baru, yang repot sekali itu orangtua. Bukan anak atau calon mahasiswanya.

Anak diikutkan bimbingan belajar intensif, dengan ambisi biar lolos ujian tulis masuk kampus negeri (PTN). Orangtua tanya sana-sini, kampus yang paling bagus dimana. Dan yang paling menjengkelkan, di mata anak-anak, orangtua yang menentukan jurusan apa yang akan diambil.

Ini sebenarnya yang akan kuliah si anak atau orangtuanya ya.....

Sumber: pribadi
ORANGTUA sebenarnya sah-sah saja ''mencampuri'' pilihan anak saat menentukan jurusan kuliah. Namun sifatnya sebatas mengarahkan. Jangan sampai ada unsur paksaan. Seperti orangtua yang memaksakan anaknya kuliah kedokteran. Lantara si ibu dan si bapak berprofesi sebagai dokter. Atau anak dipaksa masuk sekolah tinggi menjadi pilot, demi menjaga gengsi keluarga.

Wahai orangtua, paling utama yang perlu dicamkan adalah, yang menjalani tahun-tahun perkualiahan itu adalah anak mu. Bukan abi atau umi. Jangan semata karena memiliki uang, maka dianggap anak akan betah kuliah di jurusan apa saja.

Ingat setiap anak dilahirkan dengan bakat yang berbeda-beda. Orangtua yang ideal, sudah mengetahui kecenderungan bakat anaknya. Bahkan sebelum anak itu lulus dari SMA. Nah berbekal pengetahuan bakat si anak itu, orangtua bisa mengarahkan jurusan kuliah apa yang akan diambil.

Jika selama SMP sampai SMA anak hobi genjrang-genjreng main gitar, tidak suka belajar menghitung, ya jangan dipaksakan untuk masuk jurusan eksakta. Tawari saja kuliah seni. Jangan mengaggap kuliah seni kelak akan susah cari uang. Kuliah memanag mengantarkan orang untuk bisa sampai panggilan tes kerja. Tetapi yang terpenting adalah sesuai dengan ketertarikan, bakat, dan minat anak.

Kalaupun masih ada yang menganggap kuliah dokter itu bergensi, kelak akan mudah mendapatkan pekerjaan dan uang, mari kita berpikir ulang. Silahkan dicek dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia, berapa orang yang berprofesi sebagai dokter. Lebih ekstrim lagi, dari 10 orang terkaya di dunia, berapa orang yang berprofesi sebagai dokter.

Profesi dokter memang penting. Karena menyangkut pelayanan primer masyarakat. Tapi bukan berarti jadi alasan untuk memaksa anak kita kuliah kedokteran.

MUMPUNG masih ada beberapa bulan lagi menjelang pendaftaran mahasiswa baru, mari bersama ditata lagi cara mendampingi anak dalam menentukan jurusan kuliah.

1. Dalami bakat, minat, dan ketertarikan anak

ORANGTUA yang baik tentu dapat dengan mudah mengetahui bakat, minat, dan ketertarikan anak terhadap keahlian tertentu. Misalnya ada anak yang cenderung jago berhitung dan gampang menghafal rumus-rumus, ada anak yang jago berkreasi, atau anak yang mudah belajar bahasa asing.

Nah dengan pengetahuan itu, orangtua sudah memiliki semacam rambu-rambu. Jurusan apa yang cocok untuk anak. Orangtua bisa memberikan alternatif-alternatif. Misalnya kepada anak yang daya ingatnya tajam, bisa diarahkan ke jurusan eksak atau bahkan bahasa asing. Perkara kampusnya dimana, belakangan. Yang penting ketemu jurusan apa dulu yang pas.

Dalam setiap memberikan alternatif, orangtua sebaiknya juga memberikan alasan-alasan. Jangan sampai berdasarkan pokoknya atau kata tetangga. Pokoknya jadi guru, pokoknya jadi insinyur, pokoknya jadi seniman, dan lain sebagainya. Hehehe.....

2. Pahami anak saat di SMA itu jurusan apa

INI yang terpenting. Orangtua harus memahami anaknya saat di SMA mengambil jurusan apa. Apakah jurusan Bahasa, IPS, atau IPA. Jangan sampai anak yang di jurusan IPS, dipaksa masuk kuliah jurusan MIPA. Memang di IPS ada pejaran matematikanya, tetapi ya tidak mendalam seperti matematiknya anak IPA.

Bahkan ada kampus yang membuat regulasi tegas untuk jurusan tertentu. Misalnya untuk jurusan Pendidikan Kedokteran, hanya menerima anak lulusan IPA. Sebagus apapun nilai saat ujian tulis, jika berasal dari IPS, tidak akan diterima jadi mahasiswa calon dokter.

3. Cari informasi sebanyak-banyaknya kampus yang dituju

MENGGALI atau mencari informasi kampus yang akan dituju, ini sangat penting. Karena jika salah memilih kampus, bisa celaka. Diantara yang utama adalah status kelembagaan perguruan tinggi. Seperti perguruan tinggi itu akreditasinya apa, apakah ada izinnya, dan sejenisnya. Upaya ini bukan hanya untuk kampus swasta, tetapi di negeri juga.

Salah satu bahayanya jika memilih kampus, ternyata illegal, adalah legalitas ijazahnya. Memang ada yang bilang untuk sukses, tidak butuh ijazah. Tetapi orang yang sukses tanpa modal ijazah kuliah, persentasenya sangat kecil dibanding yang bermodal ijazah.

Biasanya menjelang penerimaan mahasiswa baru seperti ini, banyak kegiatan promosi kampus oleh perguruan tinggi negeri maupun swasta. Momen ini menjadi peluang penting untuk menggali informasi kampus-kampus yang akan dituju.

Demikian tadi ulasan tentang bagaimana orangtua mendampingi anaknya saat memilih jurusan kuliah. Terima kasih.

Salam Keluarga
(Depok, 21 Februari 2017)



No comments:

Post a Comment