PENULIS ucapkan terima kasih terhadap respon yang luar biasa terhadap tulisan sebelumnya yang berjudul: Bahaya Membaca Menulis dan Berhitung Saat Usia Dini
Dari respon yang luar biasa itu, penulis mencoba menyibak kenapa sih praktik baca, tulis, dan berhitung (calistung) di jenjang TK masih marak sampai sekarang.... Padahal sudah jelas-jelas belajar calistung sangat berbahaya buat perkembangan anak-anak di usia emasnya (golden age).
1. Tuntutan Orangtua
Sumber: https://www.understood.org/~/media/3e6ab4730ece4f5ba2605d93abe2b21b.jpg |
Tuntutan orangtua ini bisa kian menjadi-jadi, jika melihat anak-anak oranglain sudah bisa membaca. Sementara anak kita yang seusia, masih belum lancar membaca. Ingat, setiap anak yang lahir itu dibekali dengan kemampuan otak yang khas alias beragam. Anak itu bukan hasil fotokopi yang sama persis antara satu dan yang lainnya.
Orangtua yang seperti ini, sering kali menekan guru supaya anaknya bisa membaca. Upaya menekan gurunya memang tidak keras. Diantaranya dilakukan dengan cara menanyakan, anaknya di sekolah diajarin membaca seperti apa? Sudah belajar membaca apa? Berhitungnya sudah perkalian berapa? dan sejenisnya.
Guru yang ditekan pertanyaan seperti itu, tentu tidak enak juga. Maka gurupun di sekolah akan menjalankan calistung. Alih-alih meladeni tuntutan orangtua, guru malah membudayakan budaya belajar calistung yang belum pada waktunya.
2. Tuntutan Jenjang Sekolah Berikutnya
Yang terjadi sebaliknya malah SD menerapkan seleksi ujian calistung buat calon siswa barunya. Dengan ketentuan tersebut, mau tidak mau, lebaga TK menerapkan belajar calistung buat anak didiknya. Sebab jika tidak demikian, anak didiknya akan kesusahan dalam meladeni ujian calistung saat akan masuk SD.
Rentetannya bisa pancang. Bisa berujung sebuah TK akan sepi peminat. Lantaran anak didiknya banyak yang tidak lulus SD tertentu, yang menerapkan ujian masuk berbasis calistung. Celakanya SD tersebut adalah SD idola atau idaman para orangtua.
Jadi bagi pengelola SD, sebesar dan sebaik apapun, sebaiknya jangan menerapkan ujian calistung untuk penerimaan siswa baru. Jika terbentar urusan kuota atau daya tampung, cukup diseleksi berdasarkan usia siswa saja. Siswa dengan usia paling ''tua'' mendapatkan prioritas utama. Sehingga pelaksanaan pembelajaran calistung tidak semakin membudaya di kebanyakan TK di tanah air kita.
3. Guru Tidak Memahami Pembelajaran Usia Dini
Sumber: http://prfmnews.com/images/guru-di-depan-kelas%20(1).jpg |
Memang kelihatannya mudah mengajar anak TK. Tetapi ingat, saat ini sudah ada jurusan atau disiplin kuliah yang khusus untuk Pendidikan Guru PAUD. Bagi guru PAUD yang asal mengajar, tentu cenderung yang penting anak-anak bisa diam. Bahkan jika perlu, anak-anak diberi tugas membaca atau mengerjakan buku pekerjaan. Nah sebelumnya, tentu si guru ini akan mengajarkan materi calistung terlebih dahulu.
Tidak ada kata terlambat. Bagi guru-guru yang masih menerapkan pembelajaran calistung untuk anak TK, khususnya TK Nol Kecil atau TK A, sebaiknya dihindari. Lebih baik anak-anak itu bermain sesuka mereka. Kalau sudah capek akan berhenti sendiri.
4. Lembaga TK Tidak Memenuhi Standar
ANALISA keempat kenapa masih banyaknya sekolah yang menjalankan calistung karena tidak dilengkapi fasilitas penunjang yang baik. Bagaimana kriteria TK yang ideal, sudah pernah diulas sebelumnya di tulisan berjudul: Tips Memilih Sekolah yang Tepat (TK)
Sekolah dengan perlengkapan belajar yang minim, misalnya alat permainan edukatifnya sedikit, cenderung mengajarkan calistung. Sebab para gurunya tidak ada aktivitas lainnya. Mereka tidak banyak alat-alat untuk kegiatan para peserta didik. Sehingga diambil yang paling mudah saja, yakni dengan mengajarkan calistung.
Itu tadi diantara penyebab masih membudayanya pembelajaran calistung di TK-TK. Tidak ada kata terlambat. Sebaiknya mulai dikurangi, bahkan dihapus secepatnya. Terima kasih.
SALAM KELUARGA
(Depok, 19 Februari 2017)
No comments:
Post a Comment