Sunday, July 9, 2017

Mengembalikan Khittah Guru

http://www.panjimas.com/wp-content/uploads/2017/06/guru-ngajar.jpg

MENGEMBALIKAN KHITTAH GURU

TEPAT 25 November, guru di republik ini bakal merayakan Hari Guru Nasional (HGN). HGN 2015 terasa lebih spesial. Sebab Kemendikbud melabelinya menjadi HGN ke-21. Seakan tersimpan pesan; ayo para guru murid kalian adalah generasi abad 21.

Menilik satu tahun ke belakang, isu keguruan di tahun pertama Kabinet Kerja begitu bising. Diawali dengan kabar penghapusan tunjangan profesi guru (TPG). Kabar penghapusan tunjangan ini dikaitkan dengan regulasi penghasilan PNS di dalam Undang-Undang 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Di dalam UU ASN itu dinyatakan bahwa penghasilan PNS hanya ada tiga item. Yaitu gaji, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan. Kabar penghapusan TPG itu sontak membuat gaduh mulai dari kantor Kemendikbud di Senayan sampai di sekolah-sekolah.

Informasi penghapusan TPG reda, muncul lagi kegaduhan soal pemangkasan nominal TPG yang diterima guru. Pemangkasan itu dikait-kaitkan dengan nilai yang diperoleh guru dalam uji kompetensi guru (UKG). UKG ini sampai saat ini masih berjalan secara online sampai 27 November nanti.

Banyak guru yang cemas. Mendadak sekali mereka diharuskan mengikuti ujian kompetensi. Kemudian jika nilainya jelek atau di bawah standar Kemendikbud, nominal TPG mereka bakal dipotong.

Memang Kemendikbud pada akhirnya bisa meredam isu miring itu. Namun di sejumlah tempat masih ada guru yang mengikuti UKG dengan perasaan cemas. Bahkan di Padeglang, Banten, ada guru sepuh yang nekat menyewa joki untuk mengerjakan soal UKG. Tentu kasus perjokian di kalangan guru ini sangat memprihatinkan.

Mendekati puncak pesta guru, kebisingan di dunia guru bukan hilang tapi malah muncul kembali. Pemicunya adalah respon dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), yang merasa sebagai induk organisasi profesi guru, karena tidak dilibatkan dalam HGN oleh Kemendikbud. Wajar PGRI keberatan, karena selama ini HGN yang digelar pemerintah selalu dikaitkan dengan Hari Ulang Tahun PGRI setiap 25 November.

PGRI yang berbasis di kawasan Tanah Abang terus menyampaikan rasa kecewanya ke Senayan, basis Kemendikbud. Tapi di sisi lain, Kemendikbud menolak disebut tidak mengajak PGRI. Mereka beralasan sudah mengundang PGRI, tetapi tidak ada balasan.

Sejumlah kebisingan di dunia guru itu idealnya tidak perlu berlanjut. Baik dengan topik yang sejenis maupun berbeda. Momentum HGN ke-21 harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menata sistem pembinaan guru. Baik itu oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun organisasi profesi guru. Semua pihak ini harus bersatu untuk mengembalikan khittah guru.

Banyak rujukan yang bisa dipakai untuk mengembalikan khittah guru. Pertama kita bisa merujuk pada tuntunan di Alquran. Di dalam Alquran sosok guru ideal bisa diresapi dalam arti dan kandungan Surat Al-Alaq. Di dalam surat kategori Makkiyah yang terdiri dari 19 ayat ini, tergambar bagaimana sosok ideal seorang guru.

Di dalam surat itu terbesit sosok guru ideal adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang dalam dan luas. Kemudian guru adalah sosok yang dituntut untuk tidak berhenti belajar. Guru harus menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Jika guru terus belajar, imbasnya pembelajaran di kelas tidak statis. Pembelajaran bakal terus berkembang.

Rujukan guru ideal berikutnya adalah Undang-Undang 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Di pasal 20 dinyatakan dengan jelas bahwa guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Jadi tanpa dipaksa para guru professional harus tunduk kepada ketentuan undang-undang itu. Guru memiliki kewajiban moral untuk terus belajar. Kalau perlu ditunjukkan kepada muridnya ketika sedang belajar. Supaya guru tidak memiliki beban moral ketika menyeru muridnya untuk belajar.

Rujukan selanjutnya adalah petuah dari Ki Hajar Dewantara; Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Pria yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat itu disapa Ki, karena Ki adalah sebutan guru laki-laki.

Para guru harus berlomba untuk disebut Ki selayaknya Ki Hajar Dewantara. Atau Ki pada sebutan dalang-dalang beken. Para dalang top dijuluki Ki karena dia juga bertindak sebagai guru, melalui media wayang. Saking hebatnya para dalang bisa membawa ’’muridnya’’ menikmati wayang semalam suntuk tanpa merasa kantuk.

Banyak cara yang bisa dilakukan supaya guru bisa menjadi pembelajar. Caranya harus ekstrim, karena sudah terlalu lama guru-guru berada di titik nyaman. Titik nyama dimana dia cukup mengajar tanpa mau belajar lagi. Salah satunya adalah membentuk semacam Gerakan Guru Belajar.

Gerakan ini bisa menggunakan hari libur sekolah setiap Sabtu. Pada hari Sabtu guru-guru yang libur itu diwajibkan mengikuti kelas. Materinya bisa terkait pelajaran yang diampu atau urusan ilmu pedagogik. Pematerinya bisa dari teman sejawat guru atau mengundang dosen dari bidang keguruan.

Dananya dari mana? Kepala sekolah bisa mengambil sebagian TPG yang diterima guru. Guru tidak akan protes kalau pemotongan itu memang untuk upgrading kemampuan dan transparan. Ketimbang TPG disunat tanpa alasan yang jelas oleh oknum kepala sekolah atau orang dinas pendidikan.

Supaya meriah seluruh kegiatan ekstrakurikuler juga dipusatkan setiap Sabtu. Jadi para murid bisa melihat langsung para gurunya belajar meningkatan kualitasnya. Jika kondisi ini terwujud, betapa hidupnya iklim akademis di sekolah. Selamat hari guru. (*)

M. Hilmi Setiawan
Wartawan Jawa Pos
email : saya@hilmisetiawan.net

PPG, Pabrik Mencetak Guru Bukan Tutor

http://www.panjimas.com/wp-content/uploads/2017/06/guru-ngajar.jpg

PPG, Pabrik Mencetak Guru Bukan Tutor

ERA baru mencetak guru professional sudah dimulai. Yakni diberlakukannya skema anyar untuk mendapatkan sertifikat profesi guru (gelarnya Gr). Pemerintah mulai menggulirkan program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Penyelenggara PPG adalah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sementara pelaksananya kampus lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Semacam Unesa di Surabaya, UNY di Jogjakarta, atau UNJ di Jakarta.

Sebagai pemanasan PPG dibuka dengan sistem bersubsidi. Pemerintah menyiapkan subsidi Rp 7,5 juta/peserta. Peserta PPG sendiri ada dua kelompok. Yaitu sarjana yang belum pernah menjadi guru (PPG prajabatan). Dan guru yang belum bersertifikat profesi (PPG dalam jabatan).

Seperti dugaan semula, pemerintah membuka akses sarjana non Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) untuk ikut PPG. Seperti Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), fakultas teknik, bahkan lulusan politeknik yang bergelar D-IV sekalipun bisa mendaftar PPG.

Pemerintah perlu mendudukkan apa itu guru. Di dalam pasal 1 UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, sangat jelas definisi guru. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (dikdas), dan pendidikan menengah (dikmen).

Begitu komplek peran atau tugas seorang guru dalam UU tersebut. Sehingga wajar selama empat tahun kuliah di FKIP, banyak sekali mata kuliah khusus tentang keguruan atau pedidikan. Sebut saja psikologi pendidikan, pengembangan kurikulum, evaluasi pendidikan, sampai filsafat pendidikan. Kemudian ada metodologi pembelajaran, perencanaan pembelajaran, micro teaching (mengajar teman kuliah di kampus), hingga praktik mengajar di sekolah (PPL).

Sayangnya pemerintah dengan mudahnya membuka akses sarjana non keguruan ikut dicetak jadi guru melalui PPG. Dimana durasinya cukup singat, hanya setahun. Belum lagi sekitar empat sampai enam bulan diantaranya, digunakan untuk praktik mengajar di sekolah.

Praktis hanya ada waktu paling lama delapan bulan bagi mereka, untuk melahap sekian banyak mata kuliah keguruan. Apakah sanggup? Jika sanggup, bagaimana caranya?

Pemerintah perlu kembali ke jalur yang benar. Bahwa mereka ingin mencetak guru professional. Bukan mencetak tutor. Para sarjana non keguruan itu bisa jadi sangat jago untuk bidang matematika, fisika, atau bahkan kimia. Tetapi mereka bakal bertugas sebagai guru. Bukan sebagai tutor.

Lain cerita jika para sarjana non keguruan itu bekerja di bimbingan belajar (bimbel). Kecakapan mereka di mata pelajaran tertentu bisa bermanfaat bagi peserta bimbel. Tetapi jika diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, lain ceritanya.

Mereka bisa saja menjawab 100 soal matematika di buku pelajaran. Tetapi apakah bisa mereka menularkan kemampuan itu ke siswa. Dapatkan mereka menyusun perencanaan pembelajaran. Sehingga peroses belajar di kelas kondusif dan terencana. Apakah bisa mereka mengevaluasi hasil belajar siswa. Sehingga bisa membuat program peningkatan berikutnya.

Bagi kelompok yang mendukung program pemerintah, pasti jawabannya mampu. Mereka bisa berargumen yang penting peserta PPG menguasai konten yang nanti diajarkan se siswa. Urusan kompetensi atau keahlian keguruan belakangan.

Sebaiknya mari dibuka kembali pasal 7 UU 14/2005. Pasal ini menegaskan guru adalah profesi khusus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Diantaranya prinsip memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

Para sarjana non keguruan yang diperbolehkan ikut PPG, diragukan memiliki prinsip itu. Sebab jika mereka merasa memiliki bakat, minat, dan panggilan jiwa menjadi guru, kenapa sejak awal tidak kuliah di FKIP. Toh di FKIP kampus tertentu, ada jurusan guru MIPA, bahasa, bahkan vokasi.

Jangan-jangan, maaf jadi berprasangka negatif, sarjana non keguruan ikut melamar PPG karena kesulitan cari kerja di bidangnya. Akhirnya banting setir jadi guru. Apalagi ada iming-iming pemberian tunjangan profesi guru (TPG) yang menggiurkan.

Dari satu prinsip itu saja, sulit menerima para sarjana non keguruan untuk ikut PPG. Kasihan para siswa di kelas. Tujuan pendidikan untuk menciptakan insan paripurna menjadi terganggu. Siswa bisa saja mahir operasi penambahan, pengurangan, pembagian. Tetapi ada yang luput, yaitu penanaman karakter.

Mumpung belum efektif berjalan, masih ada waktu menata ulang pelaksanaan PPG. Pemerintah sebaiknya fokus memberdayakan sarjana lulusan FKIP untuk mengikuti PPG. Sebagai perbandingan, untuk ikut pendidikan profesi dokter saja harus sarjana pendidikan dokter. Ini untuk mengikuti PPG kok gado-gado.


Sebagai mana diketahui lulusan sarjana keguruan setiap tahunnya sangat banyak. Jumlahnya mencapai 25 persen dari total lulusan seluruh disiplin ilmu. Jika pemerintah merasa para sarjana lulusan FKIP ini kurang ahli di bidang keahlian mata pelajaran tertentu, proses kuliahnya yang diperbaiki. Bukan kemudian membuka akses untuk sarjana non keguruan. (*)

M. Hilmi Setiawan
Wartawan Jawa Pos
email : saya@hilmisetiawan.net

Friday, March 10, 2017

Alhamdulillah Dana BOS Boleh Untuk Gaji Honorer Lagi

SALAM KELUARGA

SEMOGA Selalu dilimpahi kesehatan dan keberkahan dari Allah SWT. Amin.

Kali ini izinkan saya berbagi tentang regulasi baru penggunaan DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS). Regulasi baru ini tertuang dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2017 tentang Juknis Pencairan Dana BOS. Ada banyak regulasi baru yang diatur di dalamnya.

Salah satu aturan baru yang paling signifikan adalah, diperbolehkannya kembali penggunaan dana BOS untuk gaji guru honorer. Sebelumnya pemerintah melarang pemanfaatan dana BOS untuk gaji guru honorer. Kebijakan ini lantas memicu polemik di masyarakat. Banyak kalangan memprotes kebijakan Kemendikbud. Alasannya keberadaan guru honorer sebuah keniscayaan karena banyak sekolah kekurangan guru PNS.

Meskipun keran penggunaan dana BOS untuk gaji guru honorer sudah dibuka kembali, tetapi ada perbedaan yang signifikan. Yakni batas atas atau plafon maksimal penggunaan dana BOS untuk gaji guru. Sebelumnya dana BOS untuk gaji guru dipatok maksimal 20 persen. Artinya jika sekolah menerima dana BOS Rp 200 juta, maka maksimal yang boleh digunakan untuk gaji guru honorer adalah Rp 40 juta.

Tetapi sekarang batas atas atau plafon maksimal itu dikurangi menjadi 15 persen. Artinya jika sekolah mendapatkan dana BOS Rp 200 juta, maka yang bisa digunakan untuk gaji honorer maksimal Rp 30 juta. Tentu pengurangan ini berpotensi masih menimbulkan kekecewaan. Khususnya di sekolah yang banyak sekali guru honorer.

KHUSUS UNTUK SEKOLAH SWASTA

Ketentuan batas atas 15 persen itu khusus untuk sekolah negeri. Sementara bagi sekolah swasta, dana BOS untuk gaji guru adalah 50 persen. Tidak boleh seluruh dana BOS dihabiskan untuk gaji guru di sekolah swasta. Tujuan pemerintah baik. Supaya menghindari penggunaan dana BOS di luar agenda pembelajaran siswa yang berlebihan.

http://dikdasmen.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2017/03/Permendikbud_Tahun2017_Nomor008.pdf


BERIKUT INI RINCIAN KETENTUAN DANA BOS UNTUK HONORER

1. Guru honorer
2. Tenaga administrasi, termasuk yang mengelola administrasi BOS di SD
3. Pegawai perpustakaan
4. Penjaga sekolah
5. Petugas satpam
6. Petugas kebersihan

Keterangan :

- Batas maksimal penggunaan dana BOS untuk honorer di sekolah negeri adalah 15 persen
- Batas maksimal penggunana dana BOS untuk honorer di sekolah swasta adalah 50 persen
- Guru wajib memiliki ijazah D-IV/S1
- Bukan merupakan guru baru yang direkrut setelah pelimpahan kewenangan SMA-SMK dari kabupaten/kota ke provinsi
- Guru honor di sekolah negeri wajib memiliki surat penugasan dari pemda dan disetujui oleh Sekjen Kemendikbud.

Isi komplit Permendikbud 8/2017 bisa diunduh di: http://dikdasmen.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2017/03/Permendikbud_Tahun2017_Nomor008.pdf

Terima Kasih

Tuesday, March 7, 2017

Riba Dana Haji Bisa Sampai Rp 30 Juta

SALAM KELUARGA

SEBENTAR lagi masuk musim haji. Setiap umat Islam pasti bercita-cita untuk bisa datang ke Masjidilharam. Bahkan rela antri belasan bahkan 20 tahun lebih untuk berhaji. Caranya adalah dengan membayar dahulu uang setoran awal sebesar Rp 25 juta per jamaah.

Sumber: http://www.aktualita.co/wp-content/uploads/2015/05/peraturan-tentang-haji.jpg
Setelah menjalani antrian sekian tahu, tiba saatnya kita berhaji. Nah dana setoran awal yang disimpan bertahun-tahun itu, ternyata menghasilkan BUNGA SIMPANAN. Pemerintah menyebutnya dengan istilah optimalisasi dana haji. Pemerintah sengaja tidak menggunakan istilah BUNGA SIMPANAN, untuk menghindari polemik. Padahal sejatinya sama saja. Sama-sama BUNGA SIMPANAN.

Dengan adanya BUNGA SIMPANAN itu, maka sesungguhnya ada RIBA dana keuangan haji. Memang jamaah tidak menerima bunga hasil simpanan itu dalam bentuk uang tunai. Tetapi dirupakan dalam beberapa fasilitas. Berikut ini diantara fasilitas haji yang menggunakan dana optimalisasi atau bunga simpanan.

1. Biaya pengurusan paspor
2. Akomodasi di asrama haji
3. Pemondokan di Madinah
4. Konsumsi di Makkah
5. Living cost
6. Subsidi pemondokan di Madinah

Jumlah bunga simpanan atau riba atau optimalisasi dana haji itu jika ditotal jumlahnya signifikan. Contohnya untuk Living Cost atau uang saku senilai Rp 5 jutaan rupian. Kemudian untuk sewa pemondokan di Madinah juga cukup mahal. Sebab jamaah menginap di Madinah selama sembilan hari. Misalnya dibuat rata-rata semalam Rp 350 ribu, maka total Rp 3,1 jutaan.

Selayaknya menyimpan uang dalam bentuk deposito, setoran awal biaya haji juga berbunga. Misalnya deposito untuk Rp 10 juta bisa menghasilkan Rp 50 ribu per bulan. Maka dana haji Rp 25 juta minimal bisa menghasilkan Rp 125 ribu. Itu satu bulan. Jika antrian hajinya 20 tahun, maka bunga dana haji yang terkumpul Rp 125 ribu x 12 bulan x 20 tahun jadinya Rp 30 juta.

Jadi bagi kelompok yang menolak keras soal bunga simpanan, silahkan kritisi juga pengelolaan dana haji. Bagaimana itu statusnya dana optimalisasi dana haji.. Apakah status hukumnya sama dengan bunga simpanan di bank...

Salam Hormat

Sunday, March 5, 2017

4 Pelajaran Hidup Dari Serial Dragon Ball Super



SALAM KELUARGA

SEMOGA di hari Ahad ini semuanya sehat dan ceria. Amin.

Kali ini ingin menulis postingan yang segar, supaya tidak mengganggu libur para pembaca setia. Meskipun begitu, tetap berupaya menyisipkan konten yang bermakna. Sehingga kita bisa berbagi ilmu dan pengalaman untuk keluarga masing-masing.

Sumber : https://res.cloudinary.com/sfp/image/upload/c_fill,q_60,h_482,w_1290/oth/FunimationStoreFront/1562711/Latvian/1562711_Latvian_ShowDetailHeaderDesktop_9522df84-deff-e611-8175-020165574d09.jpg

Kali ini penulis ingin membuat tulisan tentang pelajaran hidup yang bisa dipetik dari serial Dragon Ball Super. Siapa sih yang tidak kenal dengan serial ''Son Goku'' ini.... Waktu saya kecil dulu, setiap Ahad selalu anteng di rumah. Baru keluar rumah setelah nonton serial Son Goku. Waktu itu karakter Son Goku-nya masih anak-anak dan imut. Pipinya tembem. Hehehe...

Nah saat ini serial Goku yang masih tayang di TV berjudul Dragon Ball Super. Kali ini Goku sudah kakek-kakek. Wajahnya sih tetap muda. Tetapi dia sudah punya cucuk, namanya PAN. Bocah ini adalah anak dari Gohan, putra pertama Goku.

Saat ini serial Dragon Balla Super sudah berjalan sekitar 80 episode. Tetapi saya baru berjalan sekitar 60 episode. Sampai episode terakhir yang saya tonton, ada beberapa pesan atau pelajaran hidup yang sangat berharga buat penonton. Pesan-pesan moral ini menjadi kekuatan tersendiri dari film Dragon Ball yang selama ini saya tonton.

Berikut ini adalah beberapa pesan moral atau pelajaran hidup yang bisa dipetik dari serial Dragon Ball Super.


1. Berupaya Sekuat Tenaga Hadapi Tantangan Sendiri

PERTARUNGAN antara Goku-Vegeta melawan Guku Black cukup sengit. Black begitu kuat. Bahkan dua kali Goku dan Vegeta dikalahkan oleh Black. Si Black ini menggunakan anting-anting hijau. Jika sudah berubah jadi Super Saiya, rambutnya jadi PINK. Namanya Super Saiya Rose.

Goku dan Vegeta menunjukkan semangat yang tinggi saat melawan Black. Bahkan bertempur dua kali pun mereka berdua lakoni. Meskipun akhirnya selalu kalah.

Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVvSujECLYumPNuGScUaTTHjPjWfxTN_3f9hLJnEQyvkUhinQ6q9UncWDf4EdE7pZqRD64QHSg931TafQje7Qy-CmG-KmYxOVmalRtBm9q7b7Q8DAUHGjzodRJL6AISU1IkZJqVle_hIc/s1600/Beberapa+Kejadian+Mengejutkan+dalam+Dragon+Ball+Super+Episode+55+-+sotazone+11.png


Beberapa episode sebelum pertempuran melawan Black, Goku ternyata sudah berteman akrab dengan Dewa Segalanya. Jika dipikir-pikir, Goku bisa saja meminta bantuan Dewa Segalanya untuk menghancurkan Black. Apalagi Black adalah ancaman masa depan bumi. Bahkan Black membunuh Chichi (Istri Goku) dan Goten (Anak Kedua Goku).

Seandainya Goku mau minta bantuan Dewa Segalanya, pasti sekali tiup si Goku Black bisa langsung binasa. Namun lagi-lagi cara pintas itu tidak diambil Goku. Dia lebih memilih menghabisi Black dengan tangannya sendiri.

2. Belajar Adalah Yang Utama

PELAJARAN berikutnya yang bisa dipetik adalah dalam situasi apapun, belajar atau menuntut ilmu harus diutamakan. Tidak terhitung berapa kali Chichi, istri Goku, memarahi Goten. Penyebabnya Goten ngeyel ingin bertarung. Sementara si Chichi ingin Goten rajin belajar. Supaya pandai seperti kakaknya, si Gohan.

Sumber: https://abload.de/img/chichij0ao9.png

Dimanapun ibu mungkin akan seperti itu. Ingin yang terbaik bagi anak-anaknya. Chichi lumayan sukses mendidik anaknya supaya menggembari belajar. Diantaranya yang ditunjukkan oleh Gohan. Sampai memiliki anak, Pan, Gohan tetap rajin belajar. Bahkan Gohan sebentar lagi menjadi dosen.

Dengan Kekuatan yang begitu besar, heboh juga mungkin perkuliahan yang dibimbing Gohan. Bisa dibayangkan ketika ada mahasiswa yang bandel dan bikin Gohan marah. Dia bisa jadi Super Gohan. Tentu meja dan kursi di kelas bisa berterbangan ke mana-mana.

Jadi supaya bisa pintar seperti Gohan, jangan lupa belajar ya.... Nonton anime, seperti Dragon Ball Super, boleh-boleh saja. Asalkan jangan lupa ketika waktunya belajar.

Sumber: http://img06.deviantart.net/1d3a/i/2006/243/0/5/gohan_loooves_to_study_by_lauraneato.jpg


3. Jangan Berbohong, Akibatnya Tanggung Sendiri

Sumber: http://vignette1.wikia.nocookie.net/dragonball/images/f/fc/Flipoutbeerus.PNG/revision/latest?cb=20160822021300


INGAT Ibu Guru bilang apa.. Jangan suka berbohong. Jika masih bandel dan suka berbohong, akibatnya tanggung sendiri. Di dalam serial Dragon Ball Super, tokoh dewa penghancung yakni Beerus Sama, ketahuan berbohong.

Dia berbohong ketika dilakukan pertempuran antara Universe 6 melawan Universe 7. Waktu itu Beerus Sama menyertakan Monaka. Tokoh aneh, berwarna pink. Dan, maaf, putingnya menonjol.

Beerus Sama berbohong seolah-olah Monaka adalah tokoh yang sangat kuat. Bahkan kekuatannya melebihi dari Sun Goku. Padahal Monaka sehari-hari bertugas sebagai kurir antar Universe.

Tujuan Beerus Sama menyebut Monaka sebagai petarung yang kuat sebenarnya positif. Yakni supaya Goku terus melatih kemampuan dirinya. Supaya Goku tidak jumawa. Sebab masih ada petarung yang kehebatannya melebihinya. Yakni si Monaka itu.

Sumber: http://www.movie-4k.us/wp-content/uploads/2016/11/42.png

Akibat dari kebohongannya itu, Beerus kena getahnya. Yakni saat Monaka mampir ke bumi, Goku menantangnya. Kebetulan saat itu Beerus Sama juga berada di Bumi untuk mencicipi makanan buatan Bulma.

Tak pelak Beerus Sama pusing minta ampung. Akhirnya dia nekat menggunakan busana mainan yang mirip seperti Monaka. Dengan tampilan itu, Goku mengira bahwa Monaka sudah berubah bentuk menjadi lebih kuat. Padahal di dalamnya adalah Beerus Sama. Jadi sekali lagi, jangan suka berbohong ya....

4. Menjungjung Tinggi Sportivitas

Sumber: http://img14.deviantart.net/045b/i/2016/060/6/8/dragon_ball_super_eyecatch__goku_vs_frost__effects_by_al3x796-d9tjm86.png

PARTARUNGAN antara Goku melawan Frost awalnya berjalan sengit. Goku sedikit lebih unggul dibandingkan dengan Frost. Namunn pada puncak pertarungan, mendadak Goku linglung. Bayangannya kabur. Ujungnya sekali tendang, Goku terlempar keluar arena.

Setelah dianalisis ternyata Frost berbuat curang. Dia mengeluarkan senjata dari tangannya. Yakni seperti duri kecil yang bisa mengeluarkan racun. Picolo juga merasakan sengatan racun milik Frost itu. Akhirnya wasit mengetahui kecurangan dan mendiskualiifkasi si Frost.

Sumber: https://i.ytimg.com/vi/qlbz6eNACOA/maxresdefault.jpg


Jadi dalam segala kompetisi, jangan sekali-kali berbuat curang. Bagi adik-adik yang sebentar lagi mengerjakan ujian nasional, jangan curang. Jangan mencontek. Kerjakan soal ujian dengan kemampuan sendiri. Yakin ke depan kita akan memetik hasil dari belajar selama ini.

Itu tadi empat poin pelajaran hidup yang bisa dipetik dari serial Dragon Ball Super. Jika ada tambahan pesan moral, bisa ditambahi di kolom komentar. Nanti penulis akan update kembali.
 
Terima kasih.

Tuesday, February 28, 2017

Cara Jitu Tembus Seleksi PTN

SALAM KELUARGA

BAGAIMANA kabar keluarga di rumah.... Semoga sehat dan selalu diberkahi Tuhan YME. Amin.
Sekarang sudah masuk masanya penerimaan mahasiswa baru. Penerimaan yang penulis bahas kali ini khusus untuk kampus negeri (PTN).

Seperti diketahui, seleksi masuk PTN di Indonesia ada tiga macam. Yakni Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPNT), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan seleksi mandiri. Khusus untuk seleksi mandiri, teknis dan jadwalnya dipasrahkan masing-masing perguruan tinggi.

Berikut jadwal untuk SNMPTN 2017


Pengisian PDSS14 Januari – 10 Februari 2017
Verifikasi PDSS15 Januari – 12 Februari 2017
Pendaftaran SNMPTN21 Februari – 6 Maret 2017
Pencetakan Kartu Tanda Peserta SNMPTN14 Maret – 14 April 2017
Proses Seleksi15 Maret - 15 April 2017
Pengumuman Hasil Seleksi26 April 2017

Berikut jadwal untuk SBMPTN 2017


Tata Cara Pendaftaran SBMPTN4 April 2017 
Pendaftaran SBMPTN11 April - 5 Mei 2017
Jadwal Ujian SBMPTN Kertas/CBTSelasa, 16 Mei 2017
Jadwal Ujian SBMPTN Praktik17 dan/atau 18 Mei 2017
Pengumuman Hasil Seleksi13 Juni 2017
DARI dua skema seleksi di atas (SNMPTN dan SBMPTN) masing-masing memiliki jurus jitu supaya lolos. Berikut ini sedikit ulasan jurus tersebut:

1. Cara Jitu Tembus SNMPTN

SNMPTN adalah seleksi masuk kampus negeri berbasis rekam jejak prestasi. Diantara porsi paling besar adalah prestasi yang terekam di rapor mulai semester I sampai V. Seleksi model ini, ternyata rentan dipermainkan di sekolahan. Modus paling jamak dilakukan adalah mengatrol nilai siswa.

Sebenarnya untuk bisa tembus SNMPTN tidak perlu mencurangi nilai rapor. Siswa cukup memilih program studi dan kampus yang sesuai kemampuan. Jadi pendaftar harus mengetahui kemampuan dirinya sendiri. Jangan sampai memaksakan masuk kampus dengan tingkat persaingan yang tinggi atau ketat.

Saat ini di masing-masing website kampus negeri, sudah ada yang memasang tingkat persaingan pelamar SNMPTN tahun sebelumnya. Dengan informasi ini, pelamar bisa menilai tingkat persaingan yang tidak terlalu ketat. Sehingga memperbesar potensi lolos SNMPTN.

Cara berikutnya adalah utamakan memilih PTN yang masih satu kota atau satu provinsi. Sehingga memperbesar potensi lulus seleksi. PTN juga membuat indeks berdasarkan rekam  jejak sekolah selama ikut SNMPTN selama ini. Dengan cara ini SMA/sederajat yang siswanya banyak lolos SNMPTN tahun sebelumnya, memiliki potensi besar dilirik oleh PTN.

2. Cara Jitu Tembus SBMPTN

SBMPTN merupakan seleksi masuk PTN menggunakan ujian atau tes tulis. Seleksi ini lebih objektif ketimbang SNMPTN. Sebab seluruh pelamar akan diseleksi berdasarkan nilai ujian yang didapat. Berikut ini yang harus dipersiapkan sebelum bertarung mengerjakan soal ujian SBMPTN.

- Belajar teori-teori dasar, khususnya matematika
- Menyiapkan stamina atau kesehatan. Jangan begadang menjelang ujian
- Menyiapkan perlengkapan tulis sebelum ujian
- Bagi pelamar yang seleksinya di luar kota, usahakan mengetahui lokasi beberapa hari sebelum ujian
- Mengerjakan soal ujian yang mudah dahulu. Karena soal benar nilainya 4 (empat)
- Sementara soal ujian yang jawabannya salah skornya (-) minus 1

INTINYA saat mengerjakan soal ujian SBMPTN jangan terlalu bersemangat untuk menjawab soal ujian yang susah. Lewati saja dulu untuk mencari soal ujian yang lebih gampang.

Sementara terkait pilihan program studi, sama seperti SNMPTN. Upayakan pilih prodi dan kampus yang sesuai dengan kamampuan kita. Anak dengan kemampuan rata-rata, sangat riskan jika memaksakan masuk di Fakultas Kedokteran UI, misalnya.

Terima kasih. Semoga yang membaca blog ini lulus SNMPTN maupun SBMPTN. Amin


Tuesday, February 21, 2017

Yang Kuliah Itu Anak atau Ortunya

SALAM KELUARGA

DALAM tiga posting sebelumnya, penulis cenderung mengulas tentang Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD). Untuk kali ini, langsung lompat ke jenjang Pendidikan Tinggi (Dikti). Hehehehe....

Sebentar lagi anak-anak kelas XII menjalani Ujian Nasional (UN). Setelah itu lulus, kemudian menentukan pilihan masuk perguruan tinggi mana. Ternyata setelah diamat-amati, ketika menjelang pendaftaran mahasiswa baru, yang repot sekali itu orangtua. Bukan anak atau calon mahasiswanya.

Anak diikutkan bimbingan belajar intensif, dengan ambisi biar lolos ujian tulis masuk kampus negeri (PTN). Orangtua tanya sana-sini, kampus yang paling bagus dimana. Dan yang paling menjengkelkan, di mata anak-anak, orangtua yang menentukan jurusan apa yang akan diambil.

Ini sebenarnya yang akan kuliah si anak atau orangtuanya ya.....

Sumber: pribadi
ORANGTUA sebenarnya sah-sah saja ''mencampuri'' pilihan anak saat menentukan jurusan kuliah. Namun sifatnya sebatas mengarahkan. Jangan sampai ada unsur paksaan. Seperti orangtua yang memaksakan anaknya kuliah kedokteran. Lantara si ibu dan si bapak berprofesi sebagai dokter. Atau anak dipaksa masuk sekolah tinggi menjadi pilot, demi menjaga gengsi keluarga.

Wahai orangtua, paling utama yang perlu dicamkan adalah, yang menjalani tahun-tahun perkualiahan itu adalah anak mu. Bukan abi atau umi. Jangan semata karena memiliki uang, maka dianggap anak akan betah kuliah di jurusan apa saja.

Ingat setiap anak dilahirkan dengan bakat yang berbeda-beda. Orangtua yang ideal, sudah mengetahui kecenderungan bakat anaknya. Bahkan sebelum anak itu lulus dari SMA. Nah berbekal pengetahuan bakat si anak itu, orangtua bisa mengarahkan jurusan kuliah apa yang akan diambil.

Jika selama SMP sampai SMA anak hobi genjrang-genjreng main gitar, tidak suka belajar menghitung, ya jangan dipaksakan untuk masuk jurusan eksakta. Tawari saja kuliah seni. Jangan mengaggap kuliah seni kelak akan susah cari uang. Kuliah memanag mengantarkan orang untuk bisa sampai panggilan tes kerja. Tetapi yang terpenting adalah sesuai dengan ketertarikan, bakat, dan minat anak.

Kalaupun masih ada yang menganggap kuliah dokter itu bergensi, kelak akan mudah mendapatkan pekerjaan dan uang, mari kita berpikir ulang. Silahkan dicek dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia, berapa orang yang berprofesi sebagai dokter. Lebih ekstrim lagi, dari 10 orang terkaya di dunia, berapa orang yang berprofesi sebagai dokter.

Profesi dokter memang penting. Karena menyangkut pelayanan primer masyarakat. Tapi bukan berarti jadi alasan untuk memaksa anak kita kuliah kedokteran.

MUMPUNG masih ada beberapa bulan lagi menjelang pendaftaran mahasiswa baru, mari bersama ditata lagi cara mendampingi anak dalam menentukan jurusan kuliah.

1. Dalami bakat, minat, dan ketertarikan anak

ORANGTUA yang baik tentu dapat dengan mudah mengetahui bakat, minat, dan ketertarikan anak terhadap keahlian tertentu. Misalnya ada anak yang cenderung jago berhitung dan gampang menghafal rumus-rumus, ada anak yang jago berkreasi, atau anak yang mudah belajar bahasa asing.

Nah dengan pengetahuan itu, orangtua sudah memiliki semacam rambu-rambu. Jurusan apa yang cocok untuk anak. Orangtua bisa memberikan alternatif-alternatif. Misalnya kepada anak yang daya ingatnya tajam, bisa diarahkan ke jurusan eksak atau bahkan bahasa asing. Perkara kampusnya dimana, belakangan. Yang penting ketemu jurusan apa dulu yang pas.

Dalam setiap memberikan alternatif, orangtua sebaiknya juga memberikan alasan-alasan. Jangan sampai berdasarkan pokoknya atau kata tetangga. Pokoknya jadi guru, pokoknya jadi insinyur, pokoknya jadi seniman, dan lain sebagainya. Hehehe.....

2. Pahami anak saat di SMA itu jurusan apa

INI yang terpenting. Orangtua harus memahami anaknya saat di SMA mengambil jurusan apa. Apakah jurusan Bahasa, IPS, atau IPA. Jangan sampai anak yang di jurusan IPS, dipaksa masuk kuliah jurusan MIPA. Memang di IPS ada pejaran matematikanya, tetapi ya tidak mendalam seperti matematiknya anak IPA.

Bahkan ada kampus yang membuat regulasi tegas untuk jurusan tertentu. Misalnya untuk jurusan Pendidikan Kedokteran, hanya menerima anak lulusan IPA. Sebagus apapun nilai saat ujian tulis, jika berasal dari IPS, tidak akan diterima jadi mahasiswa calon dokter.

3. Cari informasi sebanyak-banyaknya kampus yang dituju

MENGGALI atau mencari informasi kampus yang akan dituju, ini sangat penting. Karena jika salah memilih kampus, bisa celaka. Diantara yang utama adalah status kelembagaan perguruan tinggi. Seperti perguruan tinggi itu akreditasinya apa, apakah ada izinnya, dan sejenisnya. Upaya ini bukan hanya untuk kampus swasta, tetapi di negeri juga.

Salah satu bahayanya jika memilih kampus, ternyata illegal, adalah legalitas ijazahnya. Memang ada yang bilang untuk sukses, tidak butuh ijazah. Tetapi orang yang sukses tanpa modal ijazah kuliah, persentasenya sangat kecil dibanding yang bermodal ijazah.

Biasanya menjelang penerimaan mahasiswa baru seperti ini, banyak kegiatan promosi kampus oleh perguruan tinggi negeri maupun swasta. Momen ini menjadi peluang penting untuk menggali informasi kampus-kampus yang akan dituju.

Demikian tadi ulasan tentang bagaimana orangtua mendampingi anaknya saat memilih jurusan kuliah. Terima kasih.

Salam Keluarga
(Depok, 21 Februari 2017)



Sunday, February 19, 2017

Ini Penyebab Membudayanya Calistung di TK

SALAM KELUARGA

PENULIS ucapkan terima kasih terhadap respon yang luar biasa terhadap tulisan sebelumnya yang berjudul: Bahaya Membaca Menulis dan Berhitung Saat Usia Dini

Dari respon yang luar biasa itu, penulis mencoba menyibak kenapa sih praktik baca, tulis, dan berhitung (calistung) di jenjang TK masih marak sampai sekarang.... Padahal sudah jelas-jelas belajar calistung sangat berbahaya buat perkembangan anak-anak di usia emasnya (golden age).

1. Tuntutan Orangtua


Sumber: https://www.understood.org/~/media/3e6ab4730ece4f5ba2605d93abe2b21b.jpg
PENYEBAB utama tumbuh suburnya praktik calistung di lembaga TK paling dominan karena tuntutan orangtua. Orangtua semacam ini, kurang menghargai perkembangan si anak. Dia melihat anak-anak itu seperti orang dewasa. Sehingga dituntut untuk secepatnya bisa membaca.

Tuntutan orangtua ini bisa kian menjadi-jadi, jika melihat anak-anak oranglain sudah bisa membaca. Sementara anak kita yang seusia, masih belum lancar membaca. Ingat, setiap anak yang lahir itu dibekali dengan kemampuan otak yang khas alias beragam. Anak itu bukan hasil fotokopi yang sama persis antara satu dan yang lainnya.

Orangtua yang seperti ini, sering kali menekan guru supaya anaknya bisa membaca. Upaya menekan gurunya memang tidak keras. Diantaranya dilakukan dengan cara menanyakan, anaknya di sekolah diajarin membaca seperti apa? Sudah belajar membaca apa? Berhitungnya sudah perkalian berapa? dan sejenisnya.

Guru yang ditekan pertanyaan seperti itu, tentu tidak enak juga. Maka gurupun di sekolah akan menjalankan calistung. Alih-alih meladeni tuntutan orangtua, guru malah membudayakan budaya belajar calistung yang belum pada waktunya.

2. Tuntutan Jenjang Sekolah Berikutnya


Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcPQTjutAO7eRMWoIaAo1OiIsaJsDQyr7cWkacS8NotCjvzW30iRdrj2UhZFZZz9PK6VgMmG4A6_OiObu7NFjOC92pEJK1bbY6CK0q1O3px2P-aceQIQaX9vaiCH4vhaA4JW4fVloBtG0W/w1200-h630-p-k-nu/LOGO+SD.png
PENYEBAB lain membudayanya belajar calistung adalah sekolah jenjang SD yang tidak mengetahui standar dalam penerimaan siswa baru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah mengeluarkan regulasi. Dimana tidak ada standar harus bisa calistung dalam penerimaan siswa baru di SD (Kelas 1 SD). Yang ada adalah syarat usia minimal dan sejenisnya.

Yang terjadi sebaliknya malah SD menerapkan seleksi ujian calistung buat calon siswa barunya. Dengan ketentuan tersebut, mau tidak mau, lebaga TK menerapkan belajar calistung buat anak didiknya. Sebab jika tidak demikian, anak didiknya akan kesusahan dalam meladeni ujian calistung saat akan masuk SD.

Rentetannya bisa pancang. Bisa berujung sebuah TK akan sepi peminat. Lantaran anak didiknya banyak yang tidak lulus SD tertentu, yang menerapkan ujian masuk berbasis calistung. Celakanya SD tersebut adalah SD idola atau idaman para orangtua.

Jadi bagi pengelola SD, sebesar dan sebaik apapun, sebaiknya jangan menerapkan ujian calistung untuk penerimaan siswa baru. Jika terbentar urusan kuota atau daya tampung, cukup diseleksi berdasarkan usia siswa saja. Siswa dengan usia paling ''tua'' mendapatkan prioritas utama. Sehingga pelaksanaan pembelajaran calistung tidak semakin membudaya di kebanyakan TK di tanah air kita.

3. Guru Tidak Memahami Pembelajaran Usia Dini


Sumber: http://prfmnews.com/images/guru-di-depan-kelas%20(1).jpg
SUDAH bukan rahasia umum. Dia banyak tempat, pembelajaran PAUD, khususnya TK, berjalan apa adanya. Mulai dari sarana, prasarana, sampai tenaga pengajarnya. Banyak guru TK yang pokoknya lulus S1. Jurusan apapun. Bahkan ada yang penting lulus SMA sederajat, bisa jadi guru TK.

Memang kelihatannya mudah mengajar anak TK. Tetapi ingat, saat ini sudah ada jurusan atau disiplin kuliah yang khusus untuk Pendidikan Guru PAUD. Bagi guru PAUD yang asal mengajar, tentu cenderung yang penting anak-anak bisa diam. Bahkan jika perlu, anak-anak diberi tugas membaca atau mengerjakan buku pekerjaan. Nah sebelumnya, tentu si guru ini akan mengajarkan materi calistung terlebih dahulu.

Tidak ada kata terlambat. Bagi guru-guru yang masih menerapkan pembelajaran calistung untuk anak TK, khususnya TK Nol Kecil atau TK A, sebaiknya dihindari. Lebih baik anak-anak itu bermain sesuka mereka. Kalau sudah capek akan berhenti sendiri.

4. Lembaga TK Tidak Memenuhi Standar


 
Sumber: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2rIM2C9lxQ4JLC7wxISe2AxA2W6lxk0piL0S1GptiJwdT9ysVdsFf6XxaJyEJ52tov25gl-o30Iq8VzOfA7KYDIHtAFQqXJUQH6XjBY3y8y818esgzUP3aLT0bBlp4C6hI9wLetXARs8/s1600/kelasbaru3.jpg

ANALISA keempat kenapa masih banyaknya sekolah yang menjalankan calistung karena tidak dilengkapi fasilitas penunjang yang baik. Bagaimana kriteria TK yang ideal, sudah pernah diulas sebelumnya di tulisan berjudul: Tips Memilih Sekolah yang Tepat (TK)

Sekolah dengan perlengkapan belajar yang minim, misalnya alat permainan edukatifnya sedikit, cenderung mengajarkan calistung. Sebab para gurunya tidak ada aktivitas lainnya. Mereka tidak banyak alat-alat untuk kegiatan para peserta didik. Sehingga diambil yang paling mudah saja, yakni dengan mengajarkan calistung.

Itu tadi diantara penyebab masih membudayanya pembelajaran calistung di TK-TK. Tidak ada kata terlambat. Sebaiknya mulai dikurangi, bahkan dihapus secepatnya. Terima kasih.

SALAM KELUARGA  

(Depok, 19 Februari 2017)

Bahaya Membaca Menulis dan Berhitung Saat Usia Dini

SALAM KELUARGA

BERTEMU lagi dengan coretan saya yang kedua. Beberapa hari tidak sempat menulis postingan baru. Kali ini saya mencoba berbagi tentang kebiasaan orangtua saat ini. Bukan semua orang tua sih, namun beberapa ''Oknum'' orangtua saja. Kebiasaan jelek ini adalah, membiarkan atau malah meminta anaknya diajari baca, tulis, dan menghitung (calistung) di usia dini.

Usia dini yang saya maksud di sini adalah usia Taman Kanak-Kanak (TK). Banyak orangtua yang dengan sadar membiarkan anak-anaknya yang masih kecil sudah belajar calistung. Ini tidak baik. Khususnya merujuk pada perkembangan otak manusia. Ibaratnya anak yang belum waktunya berjalan, dipaksa belajar berjalan. Bagaimana kira-kira hasilnya..... Bisa dipastikan anak itu akan jatuh dan sakit.

Berikut ini diantara bahayanya memaksakan anak belajar calistung padahal belum waktunya.

1. BERBAHAYA KEPADA OTAK


Sumber: http://www.covesia.com/photos/berita/120215043050_kekurangan-lemak-esensial-bisa-menghambat-perkembangan-otak.jpeg

OTAK berkembang sesuai dengan usia manusia. Pada saat masih anak-anak, pertumbuhan atau perkembangan otak belum sempurna. Jumlah sel-selnya masih terus bertumbuh mencapai kondisi sempurna. Nah pada saat otak atau sel otak jumlahnya belum sempurna, akan menjadi bahaya jika dipaksa untuk belajar calistung.

Bahkan ada teori yang menyebutkan bahwa, mengajarkan calistung pada anak usia dini atau belum pada waktunya, membuat salah perkembangan otak. Otak bagian depan yang seharusnya berkembang optimal justru sebaliknya. Otak bagian belakang atau pangkal otak yang berkembang lebih dahulu. Energi yang seharusnya terfokus untuk perkembangan otak bagian depan, dihabiskan untuk perkembangan otak bagian belakang.

2. BERDAMPAK PADA MASA DEPAN ANAK


Sumber: http://www.krushnafinance.com/images/child-future.jpg

DAMPAK berikutnya akibat memaksakan anak kecil belajar calistung adalah masa depannya. Masa depan ini masih terkait dengan dampak nomor satu tadi. Yakni perkembangan otak anak menjadi tidak sempurna. Dampak dari otak bagian belakang yang berkembang lebih dahulu adalah, anak-anak bisa menjadi orang yang susah dikasih tahu. Dalam Bahasa Jawa-nya adalah anak-anak yang ngeyelan.

3. ANAK BISA CEPAT BOSAN BELAJAR


Sumber: https://www.riskology.co/wp-content/uploads/2014/07/asleep-on-book1.jpg

ANAK rentang mengalami kebosanan. Bahaya sekali jika bosannya itu adalah bosan belajar. Salah satu yang bisa membuat anak mengalami bosan belajar adalah, terlalu dipaksanakan belajar saat masih TK. Khususnya dipaksa belajar calistung. Dampaknya bisa membuat anak bosan belajar ketika masuk jenjang berikutnya. Yakni di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah.

Anak yang seharusnya dengan semangat dan girang mulai belajar calistung saat kelas 1 SD, justru bosan. Anak-anak bosan saat mengejarkan PR di rumah. Jangan sampai kebosanan saat belajar ini terjadi pada anak-anak ayah dan bunda di rumah. Jangan terlalu menekan anak-anak untuk belajar. Mereka itu anak-anak, berbeda dengan kita yang sudah dewasa. Orang dewasa saja sering bosan untuk belajar.

4. HAK BERMAIN ANAK TERENGGUT


Sumber: http://media.safebee.com/assets/images/2015/5/Close-up%20of%20kids%20playing%20soccer.jpg.838x0_q67_crop-smart.jpg

ANAK usia dini itu belum sekolah. Mereka fokusnya adalah bermain. Itulah kenapa jenjang pendidikan di sebelum sekolah dasar (SD) itu disebut Taman Kanak-Kanak (TK). Bukan sekolah Kanak-Kanak atau Madrasah Kanak-Kanak. Selayaknya sebuah taman, TK harus menjadi taman bermain buat anak-anak. Maka jangan sampai hak anak untuk bermain di lembaga TK jadi terenggut akibat terfokus pada belajar calistung.

Selayaknya taman pula, TK yang baik itu dimana anak-anak betah berada di dalamnya. Coba sekarang diperhatikan, apakah anak ayah dan bunda betah berada di TK? Apakah mereka terlihat gembira atau murung saat di TK.... TK yang benar-benar selayaknya sebuah taman ketika, anak itu dengan ceria menyambut hari Senin. Dan tampak gelisah ketika akhir pekan tiba. Sebab mereka merindukan TK-nya.

Demikian tadi beberapa ulasan bahayanya mengajarkan calistung pada anak usia dini (TK). Jika ada masukan atau ulasan lainnya, mohon ditulis di kolom komentar. Terima kasih.

SALAM KELUARGA

(Depok, 19 Februari 2017)

Friday, February 10, 2017

Tips Memilih Sekolah yang Tepat (TK)

SALAM EDUKASI

SEBENTAR lagi musimnya penerimaan siswa baru. Untuk semua jenjang. Mulai dari Kelompok Bermain, TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Para orang tua pasti banyak yang bingung memilih sekolah yang tepat untuk buah hati mereka. Pada postingan kali ini, saya mengulas terlebih dahulu untuk jenjang TK.

Saya sengaja melewati jenjang Kelompok Bermain karena banyak orangtua yang memilih menyekolahkan langsung anak-anaknya ke TK. Sebenarnya TK itu bukan sekolah sih. Namun untuk mempermudah, saya gunakan istilah ''Sekolah TK'' untuk mempermudah.

Semua memahami bahwa anak usia TK itu sedang dalam masa penting periode tumbuh kembang. Ada yang menyebutnya sebagai Golden Age. Sehingga perlu ada pertimbangan serius dalam memilih TK. Supaya masa-masa emas perkembangan anak tidak terlewat sia-sia. Berikut ini diantara pertimbangan memilih lembaga TK yang ideal buat buah hati kita semua.


Legalitas Lembaga

URUSAN legalitas lembaga ini sangat penting. Sama seperti membeli rumah, surat-surat legalitasnya harus jelas. Cara paling mudah melihat sekolah itu sudah terdaftar atau belum, cukup mudah. Yakni melalui layanan pengecekan di DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) Kemendikbud. Memang ada dilema dalam penyelenggaraan TK. Yakni banyak yang belum mendaftar DAPODIK, karena keterbatasan akses internet. Masukan saya, selama ada TK yang terdaftar di DAPODIK, jadikan itu sebagai prioritas utama. Jarak antara lembaga TK ke rumah juga pertimbangan. Jangan sampai anak capek di perjalanan. Idealnya tidak sampai 15 menit perjalanan menuju TK.

Pengajar atau Guru

MEMASUKKAN anak ke TK, berarti kita menitipkan anak kita ke orang lain minimal lima jam setiap hari. Jadi kita harus mengecek dengan baik kompetensi guru-guru atau staf pengajar di TK. Sebaiknya seluruh pengajar di TK sudah berijazah S1 Pendidikan Anak Usia Dini. Minimal sedang menempul kuliah S1 Pendidikan Anak Usia Dini. Ini penting. Sebab yang kita titipkan itu anak kita. Tidak hanya fisik, tetapi perkembangan ke depan juga.

Sarana Pendidikan

TK itu bukan Sekolah. Porsi bermain tetap nomor satu. Namanya juga TAMAN. Maka cari TK yang memiliki area bermain luas. Anak-anak tetap membutuhkan ruang untuk kejar-kejaran dengan temannya. Tidak enak juga kan jika mulai datang sampai pulang anak-anak kita duduk di dalam ruangan kelas terus. Dalam perkembangannya sekarang, ada TK yang menggunakan gedung RUKO. Area bermainnya ada di pelataran atau di dalamnya. Pokoknya tidak terlalu sempit, tidak masalah.


Wahana Permainan

WAHANA pernaimanan ini juga penting. Lembaga PAUD/TK harus memiliki beragam alat permainan edukatif (APE). Supaya proses sehari-hari tidak bercerita terus. Bahkan ada TK yang alat permainannya kurang, malah diisi dengan kegiatan baca, tulis, dan berhitung. Atau disebut juga calistung. Padahal calistung bukan porsinya anak TK. Apalagi TK A atau TK NOL KECIL. Orangtua juga harus cek wahanan permainan seperti bandulan, dan sejenisnya, apakah berkarat atau tidak. Untuk mencegah anak kita celaka.


Keamanan

KEAMANAN ini banyak jenisnya. Seperti keamanan dari orang yang berjualan makanan keliling. Sebaiknya tidak ada orang yang jualan keliling, karena kebersihan dan kondisi jajananya tidak terjamin sehat. Selain itu juga keamanan di toilet. Jangan sampai anak-anak menjadi korban bully atau kejahatan seksual di kamar mandi. sebaiknya kamar mandi terbuka di bagian bawahnya.

Itu tadi lima pertimbangan utama dalam memilih lembaga TK yang baik buat anak kita. Mewujudkan lembaga TK yang ideal dan berkualitas memang butuh biaya. Namun bukan berarti TK dengan biaya sekolah (SPP) yang mahal, otomatis atau dijamin berkualitas. Belum tentu. Sebaiknya survei ke lokasi dan melihat-lihat lembaga lain untuk perbandingan.

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan perdana saya ini. Salam Edukasi. Indonesia Cerdas.

(Depok, 10 Februari 2017)